Pengantar Perusahaan Terbatas (PT)

Pengantar Perusahaan Terbatas (PT)

Pembahasan serta jenis-jenis Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan ketentuan peraturang perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

AL KINDI
AL KINDI
January 27, 2025
0 views7 min read
Introduction

Peraturan mengenai Perseroan di Indonesia pertama kali diatur dalam KUHD (Kitab Undang Undang Hukum Dagang) Pasal 36-56, yang kemudian menjadi Lex spesialis dari KUHPerdata, secara singkat kemudian oleh karena kebutuhan yang mendesak akibat perubahan ekonomi yang terjadi secara cepat akibat adanya globaliasi, pemerintah kemudian menetapkan Undang-Undang Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang kemudian mengakomodir beberapa aspek terkait Perseroan dan tata cara pendirian serta kepengurusannya, kemudian pada tahun 2007 UUPT mengalami perubahan dan kemudiann UUPT 1995 tersebut di cabut dan digantikan oleh Undang-Undang tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang didasarkan dengan beberapa alasan karena UUPT 1995 tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat, karena keadaan ekonomi serta kemudiajn ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi sudah berkembang begitu pesat di era globaliasi, sehingga penting untuk dilakukan penyesuaian terhadap aturan mengenai Perseroan dimasa sekarang.

Perseroan Terbatas

Definisi mengenai perseoan terbatas dapat dilihat dalam pasal 1 angka 1 UUPT 2007 yang menyebutkan bahwa perseroan terbatas adalah;

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

dari isi pasal tersebut dapat dilihat bahwa terdapat 4 (empat) komponen utama yang harus dipenuhi oleh perseroan agar dapat menjadi suatu badan hukum (rechtperson) atau entitas hukum (legal entitiy);

1. Persekutuan Modal

Perseroan tersebut harus memiliki modal dasar yang kemudian harus dinyatakan dalam Akta Pendirian maupun Anggaran Dasar (AD) perseroan tersebut, yang dimana modal dasar ini adalah merupakan hasil dari persekutuan dari beberapa orang atau lebih yang menyatukan modalnya dan kemudian terbagi di dalam saham, yang kemudian status dari para sekutu yang menyetorkan modalnya tersebut menjadi Pendiri (founder) dan Pemegang saham (shareholder) dari perseroan tersebut. terkait modal disetor dalam hal ini mengacu pada pasal 32 ayat (1) UUPT, disebutkan bahwa;

Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

namun kemudian pasal 32 ayat (1) UUPT tersebut telah diubah dalam UU No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. yang kemudian menjadi

(1) Perseroan wajib memiliki modal dasar Perseroan.

(2) Besaran modal dasar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan keputusan pendiri Perseroan.

sehingga berdasarkan perubahan tersebut maka dalam hal pendirian Perseroan pada saat ini tidak ada minimum modal dasar yang ditentukan, dan besaran modal dasar Perseroan tersebut akan ditentukan dan disepakati oleh para pendirian Perseroan tersebut.

2. Berdasarkan Perjanjian

Pendirian PT sejatinya harus dilakukan oleh 2 orang atau lebih sebagaiamana yang diatur dalam Pasal 7 ayat 1 UUPT 2007 agar selaras dengan definisi Pasal 7 ayat 1 UUPT 2007 terkait perjanjian namun dalam hal ini terdapat pengecualian terhadap isi pasal 7 ayat (1) tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 7 ayat (7) yang berbunyi sebagai berikut;

(7) Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak berlaku bagi:

a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam undang- undang tentang Pasar Modal.

dan kemudian dalam UU No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. diubah dan ditambahkan isi pasal tersebut menjadi;

(7) Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (5), dan ayat (6) tidak berlaku bagi:

a. persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; b. badan usaha milik daerah; c. badan usaha milik desa; d. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; atau e. Perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil.

kembali ke makna berdasarkan perjanjian, yahya harahap dalam bukunya "Hukum Perseroan" berpendapat bahwasannya oleh karena pendirian Perseroan harus didasarkan pada perjanjian, maka harus terpenuhi pula ketentuan mengenai hukum perjanjian yang diatur dalam Buku ke-3 KUHPerdata khususnya tentang;

  • Begian ke-1 tentang Ketentuan umum perjanjian (Pasal 1313-1319)
  • Bagian ke-2 tentang Syarat-syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320-1337)
  • Bagian ke-3 tentang akibat perjanjian (Pasal 1338-1341)

karena menurutnya, penjelasan Pasal 7 ayat (1) UUPT 2007 sebagaimana diubah dalam UU No 6 Tahun 2023 tersebut sesuai dengan Pasal 1313 KUHPerdata yang dimana perjanjian adalah perbuatan yang dilakukan oleh satu orang untuk mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, kemudian selanjutnya menurut pasal 1320 KUHPerdata terdapat setidaknnya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian yaitu adanya Kesepakatan (aggrement), Kecapakan _(competence)*, mengenai suatu hal tertentu _(fixed subject matter) dan suatu sebab yang halal (allowed cause), dan jika syarat perjanjian tersebut sah dan terpenuhi menurut pasal 1338 KUHPerdata, maka perjanjian terhadap pendirian perseoan tersebut mengikat seperti Undang-Undang terhadap para pihak yang terikat dalam perjanjian itu.

3. Kegiatan usaha

hal ini sudah secara tegas diatur dalam Pasal 2 UUPT 2007 yang berbunyi;

Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.

sehingga dapat disimpulkan pula bahwasannya setiap perseroan harus memiliki tujuan serta kegiatan usaha yang jelas dan seluruh tujuan dan kegiatan tersebut haruslah dituangkan di dalam Anggara Dasar (AD) Perseroan tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 UUPT 2007.

Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. memenuhi persyaratan yang ditetapkan

dalam hal ini yaitu adalah dalam memperoleh statusnya sebagai suatu subjek hukum berupa Badan Hukum (rechtsperson), perseroan harus terlebih dahulu mendapatkan pengesahan dari pemerintah yaitu KEMENKUMHAM sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 ayat (4) UUPT;

(4) Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.

yang kemudian diubah dalam UU No 6 Tahun 2023, menjadi;

(4) Perseroan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan bukti pendaftaran.

Setelah mendapatkan bukti pendaftaran dari KEMENKUMHAM tersebut maka, Perseroan tersebut barulah kemudian mendapatkan statusnya sebagai Badan Hukum (rechtsperson) yang lahir karena suatu proses hukum, dan berbeda dengan orang (naturlichtperson) yang dimana status orang sebagai badan hukum itu akan timbul secara alami sejak orang tersebut dilahirkan di dunia.

Sehingga berdasarkan penjelasan tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya perseroan adalah merupakan 2 orang atau lebih yang bersekutu untuk menyatukan modal berdasarkan perjanjian yang bertujuan untuk melakukan suatu kegiatan usaha dan memenuhi syarat agar mendapatkan persetujuan dari pemerintah, dalam hal ini adalah Kementrian Hukum dan Ham (KEMENKUMAM) agar mendapatkan status sebagai badan hukum (rechtsperson).

Jenis Perseroan Terbatas

terbatas dalam hal ini dapat dimaknai dengan terbatasnya jumlah pemegang/pemilik saham (share holder) dari perseroan tersebut karena hanya terbatas pada teman tertantu ataupun keluarga saja, sehingga lebih tepat disebut sebagai perseoan keluarga (family company). jenis perseoan terbatas jika dilihat dari pemegang saham (shareholder) nya dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu;

1. Perseroan Murni Tertutup

makna murni tertutup dalam hal ini yaitu adalah terkait kepemilikan saham dari Perseoan tersebut, di dalam Anggaran Dasar (AD) sudah disebutkan secara rinci terkait siapa saja yang berhak memiliki saham, berhak menerima pengalihan saham, dan sahamnya hanya diterbitkan atas nama orang-orang tertentu saja seperti teman dekat, saudara dan keluarga dekat saja, sehingga diluar daripada yang diatur dalam Anggaran Dasar (AD) maka tidak ada yang dapat memiliki saham atas Perseroan tersebut.

2. Perseroan Semi Murni

selain jenis pertama yang sudah secara mutlak kepemilkan sahamnya tidak dapat dimiliki oleh orang lain, terdapat jenis kedua yaitu semi-murni dimana terdapat beberapa bagian saham yang bagian tersebut hanya bisa dimiliki oleh orang-orang tertentu saja sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam Anggaran Dasar (AD) Perseroan, dan kemudian selebihnya dapat dimiliki dan dibeli oleh orang lain ataupun masyarakat umum.

sekian adalah penjelasan singkat mengenai Perseoan Terbatas mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undang yang berlaku di Indonesia pada saat ini.


Referensi:

  • Undang Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
  • Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
  • Undang Undang No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
  • Yahya Harahap, "Hukum Perseroan Terbatas".
AL KINDI

AL KINDI

Trainee Associate

Focus on corporate law, capital markets, and bankruptcy. Passionate about the intersection of law and technology, exploring innovative solutions in legal practice.