Kepailitan dan PKPU dalam Hukum Indonesia

Kepailitan dan PKPU dalam Hukum Indonesia

Pembahasan mengenai hukum kepailitan di Indonesia, termasuk PKPU, proses pengajuan, dan penyelesaian perkara kepailitan

Al Kindi
Al Kindi
January 2, 2024
0 views3 min read
Introduction

Dalam dunia bisnis, risiko kegagalan dalam memenuhi kewajiban keuangan merupakan hal yang tidak terelakkan. Di Indonesia, dua instrumen hukum utama yang mengatur penyelesaian utang-piutang ketika debitor mengalami kesulitan keuangan adalah Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Kedua mekanisme ini diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU). Artikel ini akan membahas konsep, proses, perbedaan, serta implikasi hukum dari kedua instrumen tersebut.

Kepailitan

Kepailitan adalah situasi di mana debitor (perorangan atau badan hukum) dinyatakan tidak mampu membayar utang-utangnya kepada kreditur. Status kepailitan ditetapkan melalui putusan pengadilan (Pengadilan Niaga) dan bertujuan untuk melakukan penyelesaian utang secara adil melalui likuidasi aset debitor atau restrukturisasi utang.

Tujuan Kepailitan

  • Melindungi hak kreditur untuk memperoleh pembayaran utang.
  • Memberikan kesempatan kepada debitor untuk menyelesaikan utang secara terstruktur.
  • Mencegah tindakan sepihak oleh kreditur dalam menagih utang.

Proses Kepailitan

Pengajuan Permohonan: Permohonan kepailitan dapat diajukan oleh debitor sendiri atau kreditur yang memiliki utang minimal Rp 1 miliar. Putusan Pailit: Pengadilan Niaga akan memeriksa permohonan dan memutuskan apakah debitor memenuhi syarat untuk dinyatakan pailit. Penetapan Kurator: Jika dinyatakan pailit, pengadilan menunjuk kurator (pengurus aset) untuk mengelola dan menjual aset debitor. Verifikasi Klaim: Kreditur harus mendaftarkan klaim utang kepada kurator untuk diverifikasi. Likuidasi atau Restrukturisasi: Aset debitor dilikuidasi untuk membayar utang, atau dibuatkan rencana perdamaian (akkoord) jika memungkinkan. 2. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)

PKPU adalah upaya hukum untuk menunda sementara kewajiban pembayaran utang debitor, guna memberikan kesempatan melakukan negosiasi restrukturisasi utang dengan kreditur tanpa melalui proses likuidasi. PKPU bersifat preventif dan bertujuan menghindari kepailitan.

Tujuan PKPU

  • Memberikan waktu kepada debitor untuk merencanakan penyelesaian utang.
  • Menghindari likuidasi aset yang merugikan debitor dan kreditur.
  • Mendorong penyelesaian utang melalui kesepakatan bersama (akkoord).

Proses PKPU

  • Pengajuan Permohonan: Dapat diajukan oleh debitor atau kreditur dengan utang minimal Rp 1 miliar.
  • Penetapan PKPU Sementara: Pengadilan Niaga dapat memberikan penundaan pembayaran sementara (45 hari) untuk memfasilitasi negosiasi.
  • Rapat Kreditur: Debitur wajib mengajukan rencana perdamaian (akkoord) kepada kreditur dalam rapat yang dihadiri minimal 50% kreditur.
  • Persetujuan Akkoord: Jika disetujui oleh mayoritas kreditur (minimal 2/3 jumlah utang), pengadilan akan mengesahkan akkoord.
  • Pelaksanaan Akkoord: Jika akkoord gagal, debitor dapat dinyatakan pailit.

Implikasi Hukum

  • Kepailitan:
    • Debitur kehilangan hak mengelola aset.
    • Kreditur wajib mendaftarkan klaim utang melalui kurator.
    • Terjadi "stay of execution" (penundaan eksekusi) terhadap tuntutan individu kreditur.
  • PKPU:
    • Debitur tetap menguasai aset, tetapi di bawah pengawasan pengurus (kurator).
    • Selama PKPU, kreditur dilarang melakukan penagihan secara sepihak.
    • Jika akkoord disetujui, debitur wajib memenuhi kesepakatan pembayaran.

Kerangka Hukum dan Perkembangan Terkini

UU Kepailitan dan PKPU telah mengalami beberapa perubahan, termasuk melalui Perppu No. 2 Tahun 2022 yang bertujuan memulihkan ekonomi pasca-pandemi. Perppu ini memperluas ruang PKPU dengan mempermudah syarat pengajuan dan memperpanjang masa negosiasi. Di sisi lain, syarat pengajuan kepailitan oleh kreditur diperketat untuk mencegah penyalahgunaan.

Kesimpulan

Kepailitan dan PKPU merupakan dua sisi dari satu koin dalam penyelesaian sengketa utang-piutang di Indonesia. Kepailitan lebih fokus pada likuidasi, sementara PKPU menawarkan jalan damai melalui restrukturisasi. Pemahaman terhadap kedua instrumen ini penting bagi pelaku bisnis untuk memitigasi risiko finansial dan menentukan strategi hukum yang tepat ketika menghadapi kesulitan keuangan. Dengan perkembangan regulasi terkini, PKPU semakin dioptimalkan sebagai solusi preventif yang mengedepankan prinsip keadilan bagi debitor dan kreditur.

Referensi:

  • Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
  • Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
  • Putusan-putusan Pengadilan Niaga terkait kasus kepailitan dan PKPU.
Al Kindi

Al Kindi

Trainee Associate

Focus on corporate law, capital markets, and bankruptcy. Passionate about the intersection of law and technology, exploring innovative solutions in legal practice.